Perjalanan pulih, tuh, berantakan, carut marut, kacau.
Yang aesthetic, fotonya aja.
Tapi aku rasa ya gapapa, foto nan indah memang tidak berfungsi merepresentasikan badainya isi dada sama kepala. Tapi juga lumayan membantu melihat keindahan di proses yang berantakan ini. Dan semoga romantisasi perjalanan yang ancur lebur ini tidak menjadi penyangkalan emosi-emosi yang nggak bikin nyaman untuk diproses lebih cermat.
Tapi gabisa bohong juga, kalau keadaan nan damai emang membantu fokus proses pemulihan (khususnya saya). Eh tapi emang ada apa aja si diproses pemulihan (memahami keadaan mental saya sendiri dan emosi apa aja yang muncul)?
Mengakses kemarahan (yang diakibatkan oleh luka batin dan trauma-trauma), tenggelem di perasaan nyalahin sumber masalah, mencoba objektif untuk ngebalikin fokus "mengenali masalah dan sumber masalah", memahami kenapa itu jadi masalah, kesepian nan menakutkan karena merasa bermasalah sendirian, jam 2 pagi gabisa tidur akhirnya makan ice cream, males ketemu orang, takut jadi beban. Yang paling banyak si, ngelepasin banyak kemarahan ke pelataran pikiran. Untuk, yauda biarin muncul aja sesuai perlunya. Dan masih banyak lagi. Jelek lah pokonya.
Kadang lucu, kemarahan saya bisa melahirkan statement tertentu, kaya...
"Ini saya cape-cape benerin diri buat balik lagi ngadepin orang yang males ngebenerin dirinya?"
"Eh, kita-kita yg kerja keras ngebenerin diri sendiri, dapet title 'subjek bermasalah', tapi bukankah bermasalahnya kita sebetulnya proyeksi dari seberapa bermasalah 'sistem' di sekitarnya ya ga si?!!! Kaya ga adil orang-orang yang depresi di luar sana dijadiin subjek bermasalah' tapi para penyebabnya dianggap paling normal."
"Yang menarik, kenapa kita yang malu kalo kita (secara mental) ancur lebur disebabkan oleh 'sistem' di sekitarnya? Ini yg normal gimana si harusnya?"
Dan masih banyak statement-statement jelek lainnya
Proses pulih, perjalanannya ajdueyeibrgsuwjgeywukxb!! Bukan cuma memahami pengaruh sekitar kita ke diri sendiri, tapi juga sebaliknya. Kita ke sekitar jadi gimana. Eh, ada pihak-pihak yang dirugikan juga kayanya.
Maafin lagi diri sendiri.
Eh muncul lagi si marah.
Gara-gara si abcd, saya jadi merugikan si efgh. Bingung, yang perlu dimaafin siapa aja ni.
Bentar-bentar, satu-satu ya.
Eh, ruwet juga. Ya memang.
Dan memahami isi diri, tempatnya terasing. Jarang ada di obrolan tongkrongan, adanya di caption-caption sadgirl or boy, ruang konseling, puisi-puisi patah hati, deep conversation, obrolan tipsy, podcast-podcast melow yang seringnya dikatain menggelikan. Ya gimana nggak geli, kita nggak terlatih membicarakan kesedihan sebaik kita membicarakan kejelekan orang lain.
Eh tahu nggak, penderitaan juga berhak dibicarakan tanpa dijelek-jelekin di belakang.
Sekali lagi gapapa kalau prosesnya emang jelek, cuman fotonya aja yang cantik.
Semoga kita semakin terbiasa membicarakan luka.
Semoga kita, tidak tergesa-gesa menghadirkan keadaan yang belum bisa tiba saat ini.
Berproseslah dengan sehat. Kalian terhormat, dan terberkatilah isi diri dan sekitar kalian.
Kasihi dengan lembut, karena dunia telah keras padanya.
Tempat pulang, ialah yang melembutkan sendi-sendinya yang kaku.
Comments
Post a Comment