Aku bukan kekasihmu.
Tubuh ini hanya jembatan sunyi antara rindu dan pelarianmu,
tempat roh masa lalumu bersandar sebentar,
di tengah sesak kehilangan yang enggan kau kuburkan.
Sorot matamu membelah wajahku
separuh menginginkan dia,
separuh pura-pura mencintaiku.
Kau ini sedang menggenggam tanganku,
bukan kenangan yang melarikan diri darimu.
Sadarkah kau tentang itu?
Kau menyebut cinta seperti mantra yang kehilangan makna,
aku menjelma altar dari doa-doa sumbang,
yang kau ucapkan sambil membayangkan dia mengaminkannya.
Setiap malam,
kau memelukku dengan tangan yang gemetar—
ku pikir tubuhku yang tak cukup hangat bagi jiwamu yang menggigil kedinginan.
Tapi bukan, ini tentang ingatanmu kepadanya yang terlalu dingin untuk kau tidur sendirian.
Sungguh tragis bukan,
menjadi seseorang yang kau peluk erat setiap petang,
tapi tak pernah kau rindukan saat terang datang.
Kau pergi setiap hari dengan kepalamu penuh dengan namanya,
dan kembali padaku hanya dengan sisa-sisa yang kau tak tahu harus kau letakkan di mana.
Aku belajar mencintaimu,
seperti menyalakan lilin di ruang penuh angin;
terang sebentar,
lalu padam,
lalu kembali terang—
aku takut jika aku tak jadi cahaya,
kau akan kembali ke gelap yang lainnya,
yang mungkin lebih ia pahami keberadaannya.
Yang paling menyakitkan adalah—
aku tidak membencimu.
Aku hanya lelah menjadi hantu
di cerita yang bahkan bukan milikku.
Berapa banyak cinta palsu
yang harus kutelan dalam diam
sebelum aku belajar bahwa
menjadi pilihan kesekian
juga bentuk dari kehilangan.
Comments
Post a Comment